STRUKTUR perencanaan pembangunan nasional
yang dicirikan dengan terbitnya Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tantang Sistem
Perencanaan Nasional, kepala daerah terpilih diharuskan menyusun rencana pembangunan jangka
menengah (RPJM) dan rencanapembangunan jangka
panjang (RPJP) di daerah masing-masing.
Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah
yang memuat, antara lain visi, misi, arah kebijakan, dan program-program pembangunan selama
lima tahun ke depan. Dengan demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen rencana
tata ruang wilayah (RTRW) yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi
tersebut. Dengan kata lain, RTRW yang ada merupakan bagian terjemahan visi,
misi daerah yang dipresentasikan dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan
ruang.
Landasan hukum penyusunan tata ruang di
Indonesia secara umum mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi kewajiban setiap
provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan
pelaksanaan pembangunan daerah.
Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi
dan otonomi daerah.
Menindaklanjuti undang-undang tersebut,
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam
pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
- Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
- Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
- Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
- Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
- Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
- Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.
Pedoman seperti tertulis di atas sebagai
acuan bagi para penanggung jawab pengembangan wilayah provinsi, kabupaten, dan
kawasan perkotaan. Pedoman penyusunan RTRW meliputi kegiatan penyusunan mulai
dari persiapan hingga proses legalisasi.
Hal-hal teknis operasional yang belum
diatur dalam keputusan menteri itu diatur lebih lanjut oleh pemerintah
kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, rencana tata ruang dirumuskan secara
berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat
perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi, kabupaten,
perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya
untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya.
Mengingat rencana tata ruang merupakan
salah satu aspek dalam rencana pembangunannasional dan pembangunan daerah,
tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang
saling terkait dan dari aspek substansi dan operasional harus konsistensi.
RTRW nasional merupakan strategi dan
arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan nasional
dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW nasional
disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk jangka waktu selama 25
tahun.
RTRW provinsi merupakan strategi dan
arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah provinsi yang berfokus pada
keterkaitan antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada tingkat
ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun.
RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana
tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan arahan
perkembangan untuk pembangunan daerah
di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu
untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5–10
tahun sesuai dengan perkembangan daerah.
Berdasar pada landasan hukum dan pedoman
umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis penyusunan RTRW
provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional, ekonomi regional, sumber daya
manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem permukiman, penggunaan
lahan, dan analisis kelembagaan.
Substansi RTRW provinsi meliputi: Arahan
struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan lindung dan
budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik; arahan
pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian,
pariwisata, dan kawasan lainnya; arahan pengembangan sistem pusat permukiman
perdesaan dan perkotaan; arahan pengembangan sistem prasarana wilayah; arahan
pengembangan kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah,
air, udara, dan sumber daya alam lain.
Adanya peraturan perundang-undangan
penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti Undang-Undang No. 25
Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
327/KPTS/M/2002 kiranya dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan
pemetaan mintakat ruang sesuai dengan asas optimal dan lestari.
Untuk menata ruang yang optimal dengan
prinsip lestari perlu adanya perencanaan yang holistik antara potensi, kondisi,
dan kebutuhan akan sumber daya ruang. Penyusunan tata ruang dalam konteks ini
bukan sekadar mengalokasikan tempat untuk suatu kegiatan tertentu, melainkan
menempatkan tiap kegiatan penggunaan lahan pada bagian lahan yang berkemampuan
serasi dan lestari untuk kegiatan masing-masing.
Oleh sebab itu, hasil penyusunan tata
ruang bukan tujuan, melainkan sarana. Yang menjadi tujuan tata ruang ialah
manfaat total lahan/ruang dengan sebaik-baiknya dari kemampuan total lahan
secara sinambung atau lestari.
Sumber : Lampung Post
Tidak ada komentar:
Posting Komentar