BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Tahun 1972, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) memublikasikan sebanyak 6.127 nama pulau-pulau di Indonesia.
Pada tahun 1987
Pusat Survei dan Pemetaan ABRI (Pussurta ABRI) menyatakan bahwa jumlah pulau di
Indonesia adalah sebanyak 17.508, di mana 5.707 di antaranya telah memiliki
nama Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), pada tahun 1992 menerbitkan
Gazetteer Nama-nama Pulau dan Kepulauan Indonesia yang mencatat sebanyak 6.489
pulau bernama, termasuk 374 nama pulau di sungai.Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (Lapan), Pada tahun 2002 berdasarkan hasil
kajian citra satelit menyatakan bahwa jumlah pulau di Indonesia adalah sebanyak
18.306 buah. Data Departemen Dalam Negeri pada tahun 2004 menyatakan bahwa
7.870 pulau yang bernama, sedangkan 9.634 pulau tak bernama
Dari sekian
banyaknya pulau-pulau di Indonesia, yang berpenghuni hanya sekitar 6.000 pulau.Republik
Indonesia adalah Negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah
di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the
Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17
Tahun 1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya
berupa lautan.
Dari 17.506
pulau tersebut terdapat Pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung
Indonesia dengan negara tetangga. Berdasarkan hasil survei Base Point atau
Titik Dasar yang telah dilakukan DISHIDROS TNI AL, untuk menetapkan batas
wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92
pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai.
Dari 92 pulau terluar ini ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian
serius.Salah satunya adalah pulau terluar wilayah perairan indonesia dengan
negara Singapura yaitu ‘Pulau Nipa’
B. Pembatasan Masalah
Melihat dari latar belakang masalah serta memahami pembahasannya maka penulis
dapat memberikan batasan-batasan pada :
1.
Pulau nipa sebagai batas
perairan terluar Indonesia dengan Singapura
2.
Hubungan kedua negara mengenai
batas wilayah perairan terluar
D. Tujuan Penulisan
Tujuan daripada penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami Pulau Nipa
sebagai batas wilayah perairan RI dengan Singapura
2. Mengetahui dan memahami Hubungan
kedua negara mengenai batas wilayah perairan tersebut dan Perjanjian perbatasan
maritim wilayah barat Indonesia dengan Singapura
E. Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan
dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk
menambah pengetahuan dan wawasan dalam memahami dan mengetahui Batas wilayah
perairan terluar antara Indonesia dengan Singapura. Manfaat lain dari penulisan
makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat
dijadikan acuan didalam proses pembelajaran Hukum Laut Internasional.
F. Metode Pengumpulan Data
Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode
studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telaah pustaka. Selain itu,
tim penulis juga memperoleh data dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN
Republik Indonesia adalah Negara
kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu
pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum
laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Indonesia
memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan.
Dari 17.506 pulau tersebut
terdapat Pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan
negara tetangga. Berdasarkan hasil survei Base Point atau Titik Dasar yang
telah dilakukan DISHIDROS TNI AL, untuk menetapkan batas wilayah dengan negara
tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya
ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai. Dari 92 pulau terluar ini
ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius.
Dalam Amandemen UUD 1945 Bab IX A
tentang Wilayah Negara, Pasal 25A tercantum Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Di sini jelas
disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan
berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS
(United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82
yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985.
Dampak dari ratifikasi Unclos ini adalah keharusan Indonesia untuk menetapkan Batas Laut Teritorial (Batas Laut Wilayah), Batas Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen.
Indonesia Adalah negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan. Dari 17.506 pulau tersebut terdapat pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga.
Dampak dari ratifikasi Unclos ini adalah keharusan Indonesia untuk menetapkan Batas Laut Teritorial (Batas Laut Wilayah), Batas Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen.
Indonesia Adalah negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan. Dari 17.506 pulau tersebut terdapat pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga.
BATAS WILAYAH NKRI
Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand, Australia, dan Palau. Hal ini tentunya sangat erat kaitannya dengan masalah penegakan kedaulatan dan hukum di laut, pengelolaan sumber daya alam serta pengembangan ekonomi kelautan suatu negara.
Kompleksitas permasalah di laut akan semakin memanas akibat semakin maraknya kegiatan di laut, seperti kegiatan pengiriman barang antar negara yang 90%nya dilakukan dari laut, ditambah lagi dengan isu-isu perbatasan, keamanan, kegiatan ekonomi dan sebagainya. Dapat dibayangkan bahwa penentuan batas laut menjadi sangat penting bagi Indonesia, karena sebagian besar wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah laut. Batas laut teritorial diukur berdasarkan garis pangkal yang menghubungkan titik-titik dasar yang terletak di pantai terluar dari pulau-pulau terluar wilayah NKRI. Berdasarkan hasil survei Base Point atau titik dasar untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai
Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand, Australia, dan Palau. Hal ini tentunya sangat erat kaitannya dengan masalah penegakan kedaulatan dan hukum di laut, pengelolaan sumber daya alam serta pengembangan ekonomi kelautan suatu negara.
Kompleksitas permasalah di laut akan semakin memanas akibat semakin maraknya kegiatan di laut, seperti kegiatan pengiriman barang antar negara yang 90%nya dilakukan dari laut, ditambah lagi dengan isu-isu perbatasan, keamanan, kegiatan ekonomi dan sebagainya. Dapat dibayangkan bahwa penentuan batas laut menjadi sangat penting bagi Indonesia, karena sebagian besar wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah laut. Batas laut teritorial diukur berdasarkan garis pangkal yang menghubungkan titik-titik dasar yang terletak di pantai terluar dari pulau-pulau terluar wilayah NKRI. Berdasarkan hasil survei Base Point atau titik dasar untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai
PULAU-PULAU TERLUAR
Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian pemerintah. Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Ada beberapa kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah jika terjadi pada pulau-pulau terluar, diantaranya :
1. Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia.
2. Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status kepemilikan akibat pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada keputusan hukum seperti yang terjadi pada kasus berpindahnya status kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia
3. Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat di pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain. Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat 92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya Pulau Nipa
Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian pemerintah. Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Ada beberapa kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah jika terjadi pada pulau-pulau terluar, diantaranya :
1. Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia.
2. Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status kepemilikan akibat pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada keputusan hukum seperti yang terjadi pada kasus berpindahnya status kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia
3. Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat di pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain. Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat 92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya Pulau Nipa
Letak
Geografis Pulau Nipa
Pulau Nipa, adalah pulau terluar Indonesia yang
terletak di perbatasan Indonesia dengan Singapura,
dan merupakan wilayah dari pemerintah kota Batam, provinsi Kepulauan
Riau. Pulau ini berada di sebelah barat laut dari pelabuhan Sekupang di pulau Batam yang
dapat dilihat dalam jalur perjalanan ferry dari pelabuhan Sekupang menuju
pelabuhan HarborFront di Singapura. Letak koordinat dari pulau Nipa adalah 1° 9′ 13″ LU, 103° 39′ 11″ BT,
Pulau Nipa adalah
salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Secara
Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan
Belakang Padang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini tiba tiba
menjadi terkenal karena beredarnya isu mengenai hilangnya/ tenggelamnya pulau ini
atau hilangnya titik dasar yang ada di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan
bahwa luas wilayah Indonesia semakin sempit.
Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi pulau yang berada di Selat Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah utaranya ini sangat rawan dan memprihatinkan.
Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi pulau yang berada di Selat Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah utaranya ini sangat rawan dan memprihatinkan.
Pada saat air
pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya tediri dari Suar Nipa, beberapa pohon
bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi. Pulau Nipa merupakan batas
laut antara Indonesia dan Singapura sejak 1973, dimana terdapat Titik Referensi
(TR 190) yang menjadi dasar pengukuran dan penentuan media line antara
Indonesia dan Singapura. Hilangnya titik referensi ini dikhawatirkan akan
menggeser batas wilayah NKRI. Pemerintah melalui DISHIDROS TNI baru-baru ini
telah mennam 1000 pohon bakau, melakukan reklamasi dan telah melakukan pemetaan
ulang di pulau ini, termasuk pemindahan Suar Nipa (yang dulunya tergenang air)
ke tempat yang lebih tinggi.
Pulau Nipah
merupakan milik Indonesia yang langsung berbatasan dengan Negara Singapura.
Pulau ini nyaris tenggelam akibat penambangan pasir secara illegal. Pulau
dengan luas 62 Hektar ini terdiri dari 40 hektar daratan dan 20 hektar rawa
yang nantinya akan dimanfaatkan sebagai hutan bakau. Saat ini Pulau Nipa dijaga
ketat oleh prajurit TNI Angkatan Laut yang bertugas di Pos Angkatan Lat
(POSAL), Lanal Batam dan Satgas Marinir. Setelah direklamasi, kawasan utara
Pulau Nipah akan dijadikan basis TNI Angkatan Laut sedangkan wilayah utara akan
dikembangkan untuk sektor bisnis dan pariwisata bekerjasama dengan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
Sebagai Negara
kepulauan terbesar di dunia Indonesia memiliki hak maritim meliputi 17.499
pulau, luas pulau perairan 5.800.000 km persegi, luas laut territorial
3.100.000 km persegi, luas Zona Ekonomi Ekslusif 2.700.000 km persegi, dan
panjang pantai 81.000 km. Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang berpenghuni
dan tidak berpenghuni, sementara 12 pulau diantaranya memiliki kerawanan dan
dianggap memungkinkan menjadi sumber konflik perbatasan dengan negara tetangga
apabila tidak diantisipasi sejak dini. Salah satu dari 12 pulau tersebut adalah
Pulau Nipah di Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Negara Singapura,
demikian di sampaikan Kadispen AL Laksamana Pertama Iskandar Sitompul dalam
rilisnya.
Pulau
Nipa Tetap Bagian NKRI
|
|
|
|
|
Pulau
Nipa yang terletak di garis terluar wilayah laut Indonesia di Selat Malaka
dipastikan tetap masuk peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lewat
penandatanganan perjanjian perbatasan maritim wilayah barat Indonesia dengan
Singapura di Jakarta, Selasa (10/3).
Menteri Luar Negeri RI Hasan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo sepakat menandatangani perjanjian batas wilayah maritim barat, yang ditarik sepanjang 12,1 km dari batas maritim timur sebelumnya telah disepakati pada tahun 1973. Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menyatakan perpanjangan batas wilayah laut ini akan sangat membantu TNI Angkatan Laut mengamankan Selat Malaka dan kedaulatan perairan Indonesia. ”Selama ini belum ada batas yang jelas, jadi pengamanan wilayah hanya dilakukan dengan perkiraan saja. Dengan adanya perjanjian batas ini tentu akan sangat membantu kita dalam mengamankan perairan Indonesia,” kata Djoko Santoso, saat menghadiri penandatanganan perjanjian kedua negara di Departemen Luar Negeri. Panglima TNI tak menyanggah perjanjian batas wilayah ini memungkinkan TNI AL bertindak lebih tegas terhadap kegiatan ekspor ilegal pasir dari Kepulauan Riau ke Singapura. Batas barat ini secara langsung juga secara tegas menolak pelebaran wilayah Pulau Singapura hasil reklamasi pantai. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Arief Havas menyatakan selama lima tahun negosiasi batas wilayah barat, Indonesia selalu menolak mengakui batas wilayah Singapura hasil reklamasi. Ini berarti sekalipun Singapura telah memperluas garis pantai terluarnya lewat penimbunan pasir pantai, wilayah laut mereka tetap dihitung dari garis pantai semula sehingga tidak akan ”memakan” wilayah maritim Indonesia. Proses negosiasi batas wilayah maritim dengan Singapura ini masih akan berlanjut untuk menentukan batas timur yang melibatkan Pulau Batam dan Bintan. Dalam seminggu kedepan kedua menteri akan segera menentukan batas wilayah maritim Batam-Changi. Namun untuk wilayah maritim Bintan-South Ledge, kedua negara masih harus menunggu penyelesaian sengketa wilayah Singapura dan Malaysia. ”Perjanjian batas wilayah (Indonesia-Singapura) ini memang berdiri sendiri dan tidak menyentuh kepentingan Malaysia. Tapi untuk kedepannya, terutama untuk perjanjian maritim timur, kesepakatan Indonesia dan Singapura ini pada akhirnya juga akan melibatkan Malaysia,” kata Wirajuda , saat ditanya apakah negosiasi Indonesia dengan Singapura juga akan berimbas pada sengketa wilayah kedua negara dengan Malaysia. Indonesia dan Singapura selama ini bersengketa wilayah dengan Malaysia, sejak negeri jiran itu mengeluarkan peta wilayah tahun 1979 dengan menarik garis kedaulatan di luar ketentuan hukum laut internasional. Tahun lalu Singapura dan Malaysia sempat membawa sengketa wilayah pulau karang Pedra Branca dan Batu Puteh ke Makamah Internasional, yang berujung pada kemenangan Singapura. Sebaliknya Indonesia dalam kasus serupa, harus kehilangan Pulau Sipadan dan Legitan pada Malaysia di Makamah Internasional. Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo menyatakan Singapura dan Malaysia saat ini pun masih bernegosiasi pasca putusan Makamah Internasional. ”Singapura dan Malaysia saat ini masih dalam tahap negosiasi menyelesaikan masalah (batas) karang, dan Singapura tidak memiliki keberatan apapun atas keputusan Makamah Internasional, termasuk untuk peta wilayah 1979,” kata Yeo. Sambut Baik Wakil Ketua Komisi I DPR Bidang Pertahanan dan Politik Luar Negeri, Yusron Izha Mahendra menyambut baik perjanjian perbatasan laut RI-Singapura. Menurut Yusron, penandatanganan perjanjian perbatasan laut RI-Singapura diharapkan tidak menimbulkan sengketa di masa yang akan datang. “Tentu hal ini akan sangat baik sekali untuk menyelesaikan perbatasan laut antara RI-Singapura. Saya juga berharap pemerintah bisa menyelesaikan perbatasan laut dengan negara lain sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” kata Yusron kepada Jurnal Nasional, Selasa (10/3). Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Marcus Silano juga menyatakan setuju atas langkah yang diambil pemerintah. “Saya setuju sekali action atau inisiatif lebih cepat dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah perbatasan,” katanya. Marcus menilai dengan perjanjian tersebut, RI-Singapura memiliki dasar hukum yang jelas dalam menyelesaikan masalah pelayaran. (Jurnal Nasional) |
Perjanjian
Perbatasan Laut Indonesia dan Singapura
Indonesia adalah Negara Kepulauan dengan jumlah
pulaunya sebanyak 17.508 pulau. Sebagai Negara Kepulauan Indonesia mempunyai
panjang pantai seluas 80.791 Km. Indonesia juga memiliki luas wilayah yang
termasuk dalam batas ZEE seluas 7,7 juta Km dan luas lautan sebesar 5,8 juta
Km. Perbandingan luas wilayah darat dan laut adalah 1 : 3.
Pada perbatasan wilayah laut, Negara Kepulauan Indonesia berbatasan dengan 10 negara. Kesepuluh Negara tersebut adalah Negara India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Philipina, Palau, PNG, Australia, Timor Lorosae.
Salah satu perbatasan yang telah dimuat dalam sebuah perjanjian adalah perbatasan laut antara Negara Indonesia dengan Negara Singapura. Pemerintah Indonesia dan Singapura menandatangi perjanjian perbatasan laut kedua Negara ini untuk perbatasan pada segmen barat.
Perjanjian yang ditandatangani ini adalah perjanjian laut pada bagian barat di dekat Tuas, Pulau Nipa. Perjanjian ini sebelumnya telah ditandatangani pada 25 Mei 1973. Langkah selanjutnya setelah perjanjian ini telah disepakati adalah penyelesaian batas kedua Negara di segmen timur 1 dan timur 2 yang perlu dirundingkan.
Segmen timur 1 adalah di wilayah Batam-Changi dan segmen timur 2 adalah wilayah sekitar Bintan-South Ledge/Middle Rock/Pedra Branca yang masih menunggu hasil negosiasi lebih lanjut Singapura-Malaysia pasca keputusan ICJ.
Keberhasilan kesepakatan perjanjian ini adalah hasil dari proses delapan putaran perundingan yang dilakukan oleh Negara Indonesia dan Negara Singapura sejak tahun 2005. Penentuan batas perbatasan tersebut ditentukan dengan menggunakan hokum Internasional.
Hukum Internasional yang digunakan adalah berdasarkan Konvensi Hukum Laut (Konvensi Hukla) 1982, di mana kedua negara adalah pihak pada konvensi. Dalam menentukan garis batas laut wilayah itu, Indonesia menggunakan referensi titik dasar (basepoint) Indonesia di Pulau Nipa serta garis pangkal kepulauan Indonesia (archipelagic baseline) yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Besar.
Dengan demikian batas pada perbatasan segmen barat antara Negara Indonesia dan Negara Singapura telah jelas. Hal ini dapat memberikan kontribusi yang baik antara kedua belah pihak pada kedua Negara agar tidak terjadi kesalahpahaman tentang batas Negara masing-masing. Sehingga diharapkan dapat menciptakan hubungan bilateral yang baik pada kedua Negara.
Pada perbatasan wilayah laut, Negara Kepulauan Indonesia berbatasan dengan 10 negara. Kesepuluh Negara tersebut adalah Negara India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Philipina, Palau, PNG, Australia, Timor Lorosae.
Salah satu perbatasan yang telah dimuat dalam sebuah perjanjian adalah perbatasan laut antara Negara Indonesia dengan Negara Singapura. Pemerintah Indonesia dan Singapura menandatangi perjanjian perbatasan laut kedua Negara ini untuk perbatasan pada segmen barat.
Perjanjian yang ditandatangani ini adalah perjanjian laut pada bagian barat di dekat Tuas, Pulau Nipa. Perjanjian ini sebelumnya telah ditandatangani pada 25 Mei 1973. Langkah selanjutnya setelah perjanjian ini telah disepakati adalah penyelesaian batas kedua Negara di segmen timur 1 dan timur 2 yang perlu dirundingkan.
Segmen timur 1 adalah di wilayah Batam-Changi dan segmen timur 2 adalah wilayah sekitar Bintan-South Ledge/Middle Rock/Pedra Branca yang masih menunggu hasil negosiasi lebih lanjut Singapura-Malaysia pasca keputusan ICJ.
Keberhasilan kesepakatan perjanjian ini adalah hasil dari proses delapan putaran perundingan yang dilakukan oleh Negara Indonesia dan Negara Singapura sejak tahun 2005. Penentuan batas perbatasan tersebut ditentukan dengan menggunakan hokum Internasional.
Hukum Internasional yang digunakan adalah berdasarkan Konvensi Hukum Laut (Konvensi Hukla) 1982, di mana kedua negara adalah pihak pada konvensi. Dalam menentukan garis batas laut wilayah itu, Indonesia menggunakan referensi titik dasar (basepoint) Indonesia di Pulau Nipa serta garis pangkal kepulauan Indonesia (archipelagic baseline) yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Besar.
Dengan demikian batas pada perbatasan segmen barat antara Negara Indonesia dan Negara Singapura telah jelas. Hal ini dapat memberikan kontribusi yang baik antara kedua belah pihak pada kedua Negara agar tidak terjadi kesalahpahaman tentang batas Negara masing-masing. Sehingga diharapkan dapat menciptakan hubungan bilateral yang baik pada kedua Negara.
Indonesia
dan Singapura menyepakati Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua
Negara di Bagian Barat Selat Singapura, Selasa 10 Maret 2009. Batas yang
disepakati kedua negara yaitu di sekitar Tuas - Pulau Nipa.
Namun kedua pemerintah masih belum menyepakati beberapa wilayah lain yang terletak di antara kedua negara, terutama di dua sektor sebelah timur perairan yang membatasi kedua negara itu.
Kesepakatan batas maritim bagian barat ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Hassan Wirajuda, dan Menlu Singapura, George Yeo, di Gedung Pancasila, Jakarta. Penandatanganan itu juga dihadiri oleh Panglima TNI, Jenderal Djoko Santoso.
Namun kedua pemerintah masih belum menyepakati beberapa wilayah lain yang terletak di antara kedua negara, terutama di dua sektor sebelah timur perairan yang membatasi kedua negara itu.
Kesepakatan batas maritim bagian barat ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Hassan Wirajuda, dan Menlu Singapura, George Yeo, di Gedung Pancasila, Jakarta. Penandatanganan itu juga dihadiri oleh Panglima TNI, Jenderal Djoko Santoso.
"Ada
suatu kepastian tentang wilayah kita dengan Singapura. Pengendalian dan
keamanan wilayah udara jadi lebih luas dan lebih mudah. Ini bukan masalah
[perbatasan] diperluas atau diperlebar tapi kepastian pengendalian batas
keamanan," kata Santoso menanggapi kesepakatan itu.
Penetapan garis batas laut wilayah di segmen barat ini akan mempermudah aparat keamanan dan pelaksana keselamatan pelayaran dalam bertugas di Selat Singapura karena terdapat kepastian hukum tentang batas-batas kedaulatan ke dua negara. Sedangkan Wirajuda menyatakan bahwa perjanjian ini adalah hasil dari delapan putaran perundingan yang telah dilakukan oleh kedua negara sejak 2005.
Batas laut wilayah yang disepakati dalam Perjanjian ini adalah kelanjutan dari garis batas laut wilayah yang telah disepakati sebelumnya pada Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah yang ditandatangani pada tangga1 25 Mei 1973.
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional dari Departemen Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, mengungkapkan bahwa penentuan garis batas laut wilayah Indonesia dan Singapura ditetapkan berdasarkan hukum internasional yang mengatur tata cara penetapan batas maritim yakni Konvensi Hukum Laut (Konvensi Hukla) 1982, dimana kedua Negara adalah Pihak pada Konvensi.
Dalam menentukan garis batas laut wilayah ini, Indonesia menggunakan referensi titik dasar (basepoint) Indonesia di Pulau Nipa serta garis pangkal kepulauan Indonesia (archipelagic baseline) yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Besar. Garis pangkal ini adalah garis negara pangkal kepulauan yang dicantumkan dalam UU 4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia dan diperbaharui dengan PP 38/2002 dan PP 37/2008.
Penetapan garis batas laut wilayah di segmen barat ini akan mempermudah aparat keamanan dan pelaksana keselamatan pelayaran dalam bertugas di Selat Singapura karena terdapat kepastian hukum tentang batas-batas kedaulatan ke dua negara. Sedangkan Wirajuda menyatakan bahwa perjanjian ini adalah hasil dari delapan putaran perundingan yang telah dilakukan oleh kedua negara sejak 2005.
Batas laut wilayah yang disepakati dalam Perjanjian ini adalah kelanjutan dari garis batas laut wilayah yang telah disepakati sebelumnya pada Perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah yang ditandatangani pada tangga1 25 Mei 1973.
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional dari Departemen Luar Negeri, Arif Havas Oegroseno, mengungkapkan bahwa penentuan garis batas laut wilayah Indonesia dan Singapura ditetapkan berdasarkan hukum internasional yang mengatur tata cara penetapan batas maritim yakni Konvensi Hukum Laut (Konvensi Hukla) 1982, dimana kedua Negara adalah Pihak pada Konvensi.
Dalam menentukan garis batas laut wilayah ini, Indonesia menggunakan referensi titik dasar (basepoint) Indonesia di Pulau Nipa serta garis pangkal kepulauan Indonesia (archipelagic baseline) yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Besar. Garis pangkal ini adalah garis negara pangkal kepulauan yang dicantumkan dalam UU 4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia dan diperbaharui dengan PP 38/2002 dan PP 37/2008.
Namun,
masih terdapat segmen timur 1 dan timur 2 yang perlu dirundingkan. Segmen timur
1 adalah di wilayah Batam - Changi dan segmen timur 2 adalah wilayah sekitar
Bintan-South Ledge/Middle Rock/Pedra Branca. "Itu karena masih menunggu
hasil negosiasi lebih lanjut antara Singapura - Malaysia pasca keputusan ICJ
[International Court of Justice] di Belanda," kata Oegroseno.
Maka, untuk perundingan tahap berikut, Indonesia dan Singapura akan mengutamakan penentuan batas segmen timur 1, yaitu Batam-Changi. Jadi berapa lama yang masih diperlukan Indonesia dan Singapura dalam merundingan kawasan-kawasan yang belum ditentukan?
Maka, untuk perundingan tahap berikut, Indonesia dan Singapura akan mengutamakan penentuan batas segmen timur 1, yaitu Batam-Changi. Jadi berapa lama yang masih diperlukan Indonesia dan Singapura dalam merundingan kawasan-kawasan yang belum ditentukan?
"Itu
tergantung keadaan," kata Oegroseno. "Dulu saat membicarakan
perbatasan maritim dengan Vietnam, perlu waktu sampai 32 tahun. Dengan
Singapura saat ini perlu waktu lima tahun. Jadi tergantung pihak-pihak yang
berkepentingan," kata Oegroseno.
Tim Teknis Perunding batas maritim Indonesia terdiri atas departemen dan instansi lintas sektoral yaitu Deplu, Dephan, DepHub, DKP, Dep ESDM, Mabes TNI, Bakosurtanal, Mabes TNI-AL dan Dinas Hidro-oseanographi AL. Tim juga memperoleh masukan dari Tim Pakar yang terdiri dari para pakar dan akademisi.
Tim Teknis Perunding batas maritim Indonesia terdiri atas departemen dan instansi lintas sektoral yaitu Deplu, Dephan, DepHub, DKP, Dep ESDM, Mabes TNI, Bakosurtanal, Mabes TNI-AL dan Dinas Hidro-oseanographi AL. Tim juga memperoleh masukan dari Tim Pakar yang terdiri dari para pakar dan akademisi.
Hubungan Indonesia dengan Singapura
mengenai Pulau Nipa
Pemerintah melalui Peraturan
Menteri Perdagangan (Permendag) No 02/2007 melarang kegiatan ekspor pasir ke
Singapura. Bisa jadi keputusan tersebut membuat negeri jiran itu gusar, tetapi yang
pasti, di dalam negeri kita berlega hati.
Betapa tidak? Ekspor pasir ke
negara jiran itu telah berlangsung sejak 1970-an dan Indonesia mengalami
kerugian lingkungan luar biasa. Bahkan, Pulau Nipah, di Kepulauan Riau, hampir
tenggelam karena penggalian itu.
Singapura memaknai keputusan itu
sebagai isyarat negatif. Sebab sudah barang pasti ambisi perluasan daratan
negara kota itu akan terganggu. Pasir Indonesia adalah material utama reklamasi
pantai Singapura.
Sekurang-kurangnya Menteri Luar
Negeri Singapura George Yeo, awal pekan ini, mengungkapkan kekhawatiran itu di
hadapan parlemen. Ia menyayangkan bila larangan ekspor pasir dikaitkan dengan
alotnya pembahasan perjanjian ekstradisi kedua negara oleh Indonesia.
Syukurlah, sebelum berdampak
terlalu jauh, Menlu Hassan Wirajuda menegaskan larangan ekspor pasir ke
Singapura tidak terkait dengan proses perundingan perjanjian ekstradisi. Namun,
lebih karena adanya kerusakan lingkungan dan ekosistem pulau-pulau di
perbatasan. Pernyataan proporsional seperti itu harus didukung dan terus
dikuatkan.
Kesalahpahaman diplomatik yang
mengganggu hubungan bilateral Indonesia-Singapura memang tidak perlu terjadi.
Termasuk bila Indonesia memutuskan untuk menghentikan perdagangan komoditas
yang sangat dibutuhkan Singapura seperti pasir.
Hak sepenuhnya Indonesia-lah
memutuskan menghentikan ekspor pasir atau sebaliknya, melanjutkan dan bahkan
meningkatkan volumenya. Yang terpenting adalah hal itu dilakukan dengan
pertimbangan matang dan disampaikan secara proporsional sehingga Singapura pun
dapat memahami.
Ada pula yang mengaitkan
penghentian ekspor pasir dengan isu perluasan wilayah. Bahwa proyek reklamasi
pantai berpuluh tahun telah membuat wilayah bekas jajahan Inggris itu bertambah
menjorok ke laut hingga 12 km dan menyerobot wilayah perairan Indonesia.
Bahkan, menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, hingga 2001 saja ekspor
pasir Indonesia telah menambah 20% luas daratan Singapura, dari 633 km2 menjadi
760 km2.
Kekhawatiran seperti itu sah-sah
saja. Tetapi, hendaknya hal itu dilontarkan setelah melalui kajian mendalam,
didasari argumentasi dan bukti-bukti yang tidak terbantahkan dalam perspektif
hukum laut internasional. Bila tidak, klaim sejenis itu, selain dapat
mengganggu hubungan bilateral, juga hanya akan menambah daftar kekalahan dalam
sengketa perbatasan.
Namun, perluasan daratan Singapura
itu juga dapat menjadi media introspeksi. Bila benar wilayah Singapura
bertambah, itu hanya terjadi akibat kelengahan dan bahkan kesengajaan Indonesia
sendiri. Dan, lagi-lagi, sumbernya pastilah tidak jauh-jauh, karena godaan
uang. Bukankah ekspor pasir telah menjadi ladang bisnis yang amat menggiurkan?
Karena itu, setelah melarang
ekspor pasir ke Singapura, pemerintah harus melanjutkan langkah itu dengan
upaya penertiban, penindakan, dan penegakan hukum di bidang perdagangan pasir
laut. Jika tidak, Negara Kesatuan Republik Indonesia pun bisa ‘dijual’ setiap
saat, kepada siapa saja.
KESIMPULAN
Sebagai negara kepulauan yang berwawasan nusantara, maka Indonesia harus menjaga keutuhan wilayahnya. Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian Pemerintah.
Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Dari 92 pulau terluar yang dimiliki Indonesia terdapat 12 pulau yang harus mendapat perhatian khusus, Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Rondo, Berhala, Nipa, Sekatung, Marore, Miangas, Fani, Fanildo, Dana, Batek, Marampit dan Pulau Bras
Sebagai negara kepulauan yang berwawasan nusantara, maka Indonesia harus menjaga keutuhan wilayahnya. Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian Pemerintah.
Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Dari 92 pulau terluar yang dimiliki Indonesia terdapat 12 pulau yang harus mendapat perhatian khusus, Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Rondo, Berhala, Nipa, Sekatung, Marore, Miangas, Fani, Fanildo, Dana, Batek, Marampit dan Pulau Bras
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut